Proses Pembentukan Sikap Menyimpang
Proses Pembentukan Perilaku Menyimpang - Pembentukan sikap menyimpang sanggup terjadi lantaran proses sosialisasi yang tidak tepat dan nilai-nilai subkebudayaan menyimpang.
Proses sosialisasi yang tidak sempurna
Dalam proses sosialisasi yang sangat berperan ialah agents of sosialization atau pihak-pihak yang melaksanakan sosialisasi. Adapun agen-agen sosialisasi terdiri atas:
a. keluarga,
b. sekolah,
c. kelompok pergaulan, dan
d. media massa.
Para distributor sosialisasi memberikan pesan-pesan yang berbeda antara orang bau tanah dengan lainnya. Hal-hal yang diajarkan oleh keluarga mungkin berbeda dengan yang disampaikan oleh distributor di sekolah. Contoh: Perilaku yang tidak boleh oleh keluarga dan sekolah, menyerupai penyalahgunaan narkoba, pelecehan seksual, membolos, merokok, berkelahi, dan lain-lain diperoleh dari distributor sosialisasi, kelompok pergaulan dan media massa.
Proses sosialisasi seolah-olah tidak tepat lantaran tidak sepadan antara distributor sosialisasi satu dengan yang lain. Proses sosialisasi yang tidak tepat antara lain disebabkan oleh:
a. Terjadinya disorganisasi keluarga yaitu perpecahan dalam keluarga sebagai satu unit, lantaran anggota keluarga gagal dalam memenuhi kewajibannya yang sesuai dengan perannya.
b. Peperangan mengakibatkan disorganisasi dalam aneka macam aspek kemasyarakatan. Dalam keadaan kacau, nilai dan norma tidak berfungsi sehingga banyak sekali penyimpangan.
Perilaku menyimpang sebagai hasil proses sosialisasi nilai-nilai sub kebudayaan menyimpang
Dalam proses sosialisasi, seseorang mungkin dipengaruhi oleh nilai-nilai subkebudayaan yang menyimpang, sehingga terbentuklah sikap menyimpang. Contoh : seorang anak dibesarkan pada lingkungan yang menganggap perbuatan minum-minuman keras, pelacuran, dan perkelahian sebagai hal yang biasa, maka anak tersebut akan melaksanakan perbuatan menyimpang yang serupa. Menurut ukuran masyarakat luas, perbuatan anak tersebut terang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku, maka perbuatan anak tersebut sanggup dikategorikan menyimpang. Perilaku menyimpang tersebut banyak besar lengan berkuasa terhadap kehidupan masyarakat.
Sebelumnya mengenai Teori Perilaku Menyimpang ini mungkin sanggup berguna
Perilaku menyimpang sanggup disebabkan oleh anomi. Secara sederhana anomi diartikan sebagai suatu keadaan di masyarakat tanpa norma. Konsep anomi yang dikemukakan oleh Emilie Durkheim ialah keadaan yang kontras antara dampak subkebudayaan dengan kenyataan sehari-hari dalam masyarakat. Seakan-akan tidak memiliki aturan-aturan untuk ditaati bersama. Keadaannya menjadi chaos atau kekacauan yang sulit diatasi. Padahal cukup banyak aturan-aturan yang telah disepakati bersama dalam masyarakat yang disebut konformitas. Jika hukum ini dilanggar disebut deviasi. Apabila pelanggaran sudah dianggap biasa, lantaran toleransinya pengawasan sosial, penyimpangan itu karenanya menjadi konformitas. Contoh: perbuatan menyuap seolah-olah menjadi konformitas, dan perbuatan siswa mencontek pada waktu ulangan.
Menurut Robert K. Merton keadaan anomi sanggup mengakibatkan penyimpangan sosial. Dikatakan bahwa dalam proses sosialisasi individu-individu mencar ilmu mengenal tujuan-tujuan penting dalam kebudayaan dan juga mempelajari cara-cara yang digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan budaya tersebut. Anomi terjadi lantaran adanya ketidakharmonisan antara tujuan budaya dengan cara-cara untuk mencapai tujuan budaya tersebut. Menurut Merton, ada lima tipologi tingkah laris individu untuk menghadapi hal tersebut yaitu konformitas, penemuan ritualisme, pengasingan diri, dan pem-berontakan.
a Konformitas
Konformitas merupakan suatu sikap mendapatkan tujuan yang sesuai dengan nilai-nilai budaya dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut. Contoh : seseorang yang ingin lulus tes Calon Pegawai Negeri Sipil tidak menggunakan joki atau contek, tetapi dengan cara mencar ilmu sungguh-sungguh. Belajar merupakan cara untuk mencapai tujuan-tujuan yang disetujui dan sudah melembaga dalam masyarakat, sedangkan menjadi PNS merupakan tujuan yang sesuai dengan nilai budaya. Sikap konformitas ini bukan merupakan keadaan anomis.
b. Inovasi
Inovasi merupakan suatu sikap mendapatkan tujuan yang sesuai dengan nilai budaya, tetapi menolak cara-cara yang melembaga untuk mencapai tujuan. Contoh: masyarakat mendorong semua anggota masyarakat untuk memperoleh kekayaan yang melimpah. Namun, kenyataannya hanya beberapa orang yang berhasil memperoleh dengan menggunakan cara-cara yang disetujui. Mereka melihat betapa kecilnya kemungkinan untuk berhasil kalau mematuhi peraturan, maka mereka berupaya untuk melanggar peraturan yang ada contohnya korupsi.
c. Retualisme
Retualisme merupakan sikap mendapatkan cara-cara yang melembaga, tetapi menolak tujuan-tujuan kebudayaannya. Contoh sikap seenaknya dan berbincangbincang dengan temannya pada waktu upacara. Hal ini mengambarkan bahwa ia telah melupakan makna upacara.
d. Pengasingan
Pengasingan diri merupakan sikap yang menolak tujuan maupun cara-cara untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan nilai-nilai budaya. Contoh : seseorang yang menjadi pemabuk berat lantaran frustasi, sehingga ia tidak memperhatikan keluarga, dan pekerjaan. Ia mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat normal.
e. Pemberontakan
Pemberontakan merupakan sikap yang menolak tujuan dan cara-cara yang melembaga dan berupaya menggantikannya dengan tujuan dan cara gres atau lain. Contoh: kaum revolusioner.