Jalannya Perlawanan Diponegoro
Jalannya Perlawanan Diponegoro (1825 – 1830) - Langsung saja kita bahas bersama dengan bahan dibawah ini.
Jalannya Perlawanan Diponegoro
Dari Selarong, tentara Diponegoro mengepung kota Yogyakarta sehingga Sultan Hamengku Buwana V yang masih kanak-kanak diselamatkan ke Benteng Belanda. Perang berpindah dari satu kawasan ke kawasan lainnya dengan siasat perang gerilya dan mendadak menyergap musuh. Pangeran Diponegoro ternyata seorang panglima perang yang cakap. Berkali-kali pasukan Belanda terkepung dan dibinasakan. Belanda mulai cemas. Dipanggillah tentaranya yang berada di Sumatera, Sulawesi, Semarang, dan Surabaya untuk menghadapi laskar Diponegoro. Namun, perjuangan itu sia-sia.
Pusat pertahanan Diponegoro dipindahkan ke Plered. Dari sini gerakan Diponegoro meluas hingga di Banyuwangi, Kedu, Surakarta, Semarang, Demak, dan Madiun. Kemenangan yang diperoleh Diponegoro memperabukan semangat rakyat sehingga banyak yang menggabungkan diri. Bupati kawasan dan aristokrat kraton banyak juga yang memihak kepadanya. Misalnya Bupati Madiun, Bupati Kertosono, Pangerang Serang, dan Pangeran Suriatmojo dari Banyumas. Di Plered, Pangeran Diponegoro sempat dinobatkan menjadi sultan dengan gelar Sultan Abdul Hamid Herucakra Amirul Mukminin Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa, berpusat di Plered. Tanggal 9 Juni 1862 Plered diserbu Belanda. Pertahanan dipimpin oleh Kerta Pengalasan. Dalam perang tersebut, Pangeran Diponegoro dibantu seorang yang gagah berani, berjulukan Sentot dengan gelar Alibasyah Prawirodirjo, putra dari Bupati Madiun Raden Ronggo Prawirodirjo.
Sebelumnya mengenai Sebab Terjadinya Perlawanan Diponegoro ini mungkin sanggup membantu dan menambah pengetahuan anda.
Dari Plered, pertahanan Pangeran Diponegoro dipindahkan lagi ke Deksa. Belanda mengalami kesulitan dalam menghadapi pasukan Diponegoro. Belanda terpaksa mendatangkan pasukan pelengkap dari negeri Belanda. Namun, pasukan pelengkap Belanda tersebut sanggup dihancurkan oleh pasukan Diponegoro. Akibat banyak sekali kekalahan perang pada periode tahun 1825 – 1826 Belanda pada tahun 1827 mengangkat Jenderal De Kock menjadi panglima seluruh pasukan Belanda di Jawa.
Belanda menggunakan siasat perang gres yang dikenal dengan ”Benteng Stelsell”, yaitu setiap kawasan yang dikuasai didirikan benteng untuk mengawasi kawasan sekitarnya. Antara benteng yang satu dan benteng lainnya dihubungkan oleh pasukan gerak cepat. Benteng Stelsell atau Sistem Benteng ini mulai dilaksanakan oleh Jenderal De Kock pada tahun 1827. Tujuannya yakni untuk mempersempit ruang gerak pasukan Diponegoro dengan jalan mendirikan pusat-pusat pertahanan berupa bentengbenteng di daerah-daerah yang telah dikuasainya.
Dengan adanya siasat gres ini perlawanan pasukan Diponegoro makin lemah. Di samping itu Belanda berusaha menjauhkan Diponegoro dari pengikutnya.
Akhir Perlawanan Diponegoro
Penyerahan para pangeran ini secara berturut-turut sangat memukul perasaan Diponegoro. Dalam menghentikan perlawanan Diponegoro, Belanda menempuh jalan yang mungkin. Rupanya Belanda menggunakan prinsip menghalalkan cara untuk mencapai tujuan dalam menghadapi Diponegoro. Belanda mengajak Pangeran Diponegoro untuk berunding di Magelang, Belanda berjanji seandainya negosiasi gagal, Pangeran Diponegoro boleh melanjutkan kembali ke medan perang.
Perundingan ini gres dilaksanakan pada tanggal 28 Maret 1830, sesudah Diponegoro beristirahat selama 20 hari alasannya yakni bulan Ramadhan. Ternyata negosiasi ini menemui kegagalan dan dalam negosiasi itulah Pangeran Diponegoro ditangkap. Belanda telah mengkhianati Diponegoro. Belanda telah mengkhianati janjinya. Dari Magelang Diponegoro dibawa ke Semarang dan Batavia. Akhirnya diasingkan ke Manado tanggal 3 Mei 1830. Pada tahun 1834 ia dipindahkan ke Makasar (sekarang Ujung Pandang) dan wafat tanggal 8 Januari 1855 dalam usia 70 tahun.
Sekian mengenai Jalannya Perlawanan Diponegoro (1825 – 1830), biar ini sanggup menjadi bermanfaat bagi semua.