Ciri Masyarakat Multikultural
Versi bahan oleh Bondet Wrahatnala
Ciri Masyarakat Multi Kultural - Masyarakat multikultural terdiri atas lebih dari dua kelompok masyarakat yang mempunyai perbedaan karakteristik yang didorong oleh latar belakang sejarah, kondisi geografis, dan efek kebudayaan asing. Merujuk pada Pengertian masyarakat multikultural yang telah kita pelajari bersama pada subpokok bahasan sebelumnya, sanggup kita lihat bahwa masyarakat multikultural merupakan bentuk keanekaragaman kelompok yang sanggup dilihat dari ciri-ciri tertentu.
Dapatkah kau mengutarakan apa saja ciri-ciri masyarakat multikultural? Menurut Pierre L. Van den Berghe, ada beberapa karakteristik masyarakat multikultural, di antaranya yaitu sebagai berikut.
1. Terjadinya segmentasi ke dalam bentuk-bentuk kelompok yang seringkali mempunyai subkebudayaan yang berbeda satu dengan yang lain.
2. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembagalembaga yang bersifat nonkomplementer.
3. Kurang menyebarkan konsensus di antara para anggota terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar.
4. Secara relatif seringkali mengalami konflik antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lainnya.
5. Secara relatif, integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi.
6. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok yang lain.
Dari karakteristik masyarakat multikultural yang dikemukakan oleh Pierre L. Van den Berghe tersebut, masyarakat di Indonesia sanggup digolong-golongkan dengan memakai tolok ukur secara horizontal dan vertikal. Secara horizontal atau lazim disebut dengan diferensiasi sosial ciri masyarakat multikultural didasarkan pada keanekaragaman ras, suku bangsa, dan agama. Sementara itu, secara vertikal atau lazim disebut dengan stratifikasi sosial, ciri masyarakat multicultural di antaranya sanggup dilihat dari tolok ukur kriteria ekonomi, sosial, politik, dan masyarakat feodal. Penggolongan masyarakat Indonesia yang multikultural ini sekaligus memperlihatkan adanya banyak sekali kelompok sosial yang ada dalam masyarakat tersebut.
1. Ciri Masyarakat Multikultural Dilihat secara Horizontal
Secara horizontal, masyarakat Indonesia yang multicultural dapat dilihat dari ciri-ciri yang didasarkan pada ras, suku bangsa, dan agama.
a. Berdasarkan Ras
Masih segar dalam ingatanmu mengenai pembagian ras di dunia berdasarkan A. L. Kroeber bukan? Coba kau lihat kembali pada ketika kita membahas diferensiasi sosial.
Berdasarkan pembagian tersebut, sebagian besar masyarakat di Indonesia termasuk dalam golongan ras Mongoloid, lebih khusus lagi Malayan Mongoloid. Dari ras tersebut, sanggup digolongkan lagi menjadi beberapa subras untuk mengelompokkan masyarakat di Indonesia, yaitu subras Protomelayu dan Deutromelayu.
1) Subras Protomelayu (Melayu Tua) yaitu subras yang pertama kali mendiami wilayah Nusantara ini. Atau sanggup dikatakan subras yang pertama ada. Contohnya suku
Batak, Nias, Kubu, Dayak, dan Toraja.
2) Subras Deutromelayu (Melayu Muda) yaitu subras pendatang setelah subras Protomelayu. Contohnya suku Jawa, Bali, Sunda, Madura, Minang, dan Bugis.
Di samping itu, di Indonesia juga tinggal ras atau subras lainnya, yaitu Papua Melanesoid, Negrito, Asiatic Mongoloid, Weddoid, dan Caucasoid.
1) Subras Papua Melanesoid, termasuk dalam ras Negroid yang umumnya mendiami Pulau Papua, Pulau Aru, dan sekitarnya.
2) Subras Negrito, termasuk dalam ras Negroid pula, mencakup orang Semang di Semenanjung Malaka, dan orang Mikopsi di Pulau Andaman.
3) Subras Asiatic Mongoloid, yaitu etnis Cina yang tersebar di beberapa kepulauan di Indonesia.
4) Subras Weddoid, mencakup orang Sakai di Riau, orang Tomuna di Pulau Muru, orang Kubu di Sumatra Selatan, orang Mentawai di kepulauan Mentawai, dan suku Kulawi di Sulawesi Selatan.
5) Subras Caucasoid, mencakup orang-orang keturunan Arab, India, Pakistan, dan beberapa keturunan orang Eropa.
b. Berdasarkan Suku Bangsa
Masyarakat multikultural di Indonesia ditandai juga dengan adanya keanekaragaman suku bangsa (etnis). Apakah bahu-membahu yang dimaksud dengan suku bangsa atau etnis itu? Etnis yaitu suatu golongan insan yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan, sedangkan identitas tersebut akan dikuatkan oleh kesatuan bahasa.
Menentukan persebaran suku bangsa di Indonesia tidaklah mudah. Merujuk dari pendapat R. Naroll dan J.A. Cllifton, Koentjaraningrat menyebutkan ada beberapa prinsip yang sanggup digunakan untuk memilih batas-batas persebaran suku bangsa, termasuk kebudayaan-kebudayaan yang dimilikinya. Prinsip-prinsip tersebut yaitu sebagai berikut.
1) Kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh satu desa atau lebih.
2) Kesatuan masyarakat yang terdiri dari penduduk yang mengucapkan satu bahasa atau satu logat bahasa.
3) Kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh garis batas suatu kawasan politikal administratif.
4) Kesatuan masyarakat yang batasnya ditentukan oleh rasa identitas penduduknya sendiri.
5) Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh suatu wilayah geografis yang merupakan kesatuan kawasan fisik.
6) Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh kesatuan ekologi.
7) Kesatuan masyarakat dengan penduduk yang mengalami satu pengalaman sejarah yang sama.
8) Kesatuan masyarakat dengan penduduk yang frekuensi interaksinya satu dengan yang lain tinggi.
9) Kesatuan masyarakat dengan susunan sosial yang seragam.
Lalu, bagaimana pembagian suku bangsa yang ada di Indonesia? Menurut beberapa ahli, pembagian suku bangsa yang tersebar di seluruh Indonesia sanggup digambarkan sebagai berikut.
Dari beberapa suku bangsa di Indonesia menyerupai yang tersebut di atas bahu-membahu masih sebagian kecil dari keseluruhan suku bangsa yang ada. Hal ini membuktikan bahwa persebaran suku bangsa atau etnis ini dipengaruhi oleh beberapa factor lingkungan alam menyerupai kondisi geografis, iklim, dan kesuburan tanah. Faktor-faktor tersebut akan memengaruhi pola adaptasi
masyarakat dengan tujuan untuk mempertahankan hidup. Namun demikian, terlepas dari hal itu semua, keragaman suku bangsa di Indonesia menunjukan bahwa bangsa kita merupakan
c. Berdasarkan Agama atau Religi
Kamu tentunya mengetahui banyak sekali agama yang ada di negara kita bukan? Seperti telah dijelaskan pada awal perjumpaan kita di kelas XI kemudian mengenai diferensiasi social berdasarkan agama, di negara kita terdapat beberapa agama yang hidup berdampingan satu sama lain. Setidaknya ada enam agama besar yang ada dan diakui keberadaannya, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha, serta Kong Hu Chu. Di samping itu terdapat pula aliran kepercayaan yang keberadaannya diakui pula oleh masyarakat. Tidak sedikit masyarakat kita juga menganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa di luar agama yang telah ada.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan kita bahas bersama keanekaragaman agama dikaitkan dengan suku bangsa yang ada di Indonesia sebagai citra untuk memudahkanmu dalam memahami kelompok sosial dalam masyarakat multikultural.
1) Suku Jawa
Agama resmi yang dianut oleh masyarakat Jawa yaitu Islam, Katolik, Kristen Protestan, sebagian kecil Hindu dan Buddha, serta beberapa penganut aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di Jawa, dianut dua istilah mengenai agama Islam, yaitu Islam santri dan Islam kejawen (abangan). Islam santri yaitu penganut yang patuh dan teratur dalam menjalankan ajaran-ajarannya, sedangkan Islam kejawen tidak teratur dalam menjalankan pedoman agamanya, tetapi percaya kepada kekuatan pedoman keimanan agama Islam.
Kehidupan orang Jawa, meskipun telah memeluk salah satu agama yang pasti, namun tidak pernah luput dari efek animisme dan dinamisme. Dua Bentuk kebudayaan itu sudah ada sebelum agama-agama besar tersebut masuk ke Indonesia. Animisme merupakan kepercayaan akan adanya kekuatan roh nenek moyang yang ada di alam semesta, sedangkan dinamisme merupakan kepercayaan akan benda-benda mistik yang mempunyai kekuatan tertentu.
2) Suku Mentawai
Pada suku bangsa ini, sebagian besar masyarakatnya memeluk agama Kristen dan Katolik, serta sebagian kecil memeluk agama Islam. Meskipun telah mengenal agamaagama tersebut, masyarakat Mentawai masih menganut nilai-nilai tradisi usang yang cukup mengakar kuat dalam kehidupan mereka menyerupai pada konsepsi mengenai roh dan jiwa berikut ini.
a) Ketsat, yaitu kesaktian dari roh nenek moyang.
b) Sabulangan, yaitu makhluk halus yang melepaskan diri dari badan insan yang meninggal dan pergi ke dunia roh atau yang hidup di sekitar tempat tinggal insan dalam bumi, air, udara, pohon besar, hutan, dan tempat-tempat lainnya.
c) Simagere, yaitu jiwa yang menimbulkan orang hidup.
d) Kere, yaitu kekuatan sakti.
e) Kina, yaitu roh yang tinggal dalam rumah dan melindungi rumah.
f) Sanitu, yaitu roh-roh jahat yang suka mengganggu orang dan membawa penyakit, serta bencana.
g) Taikamanua, yaitu pemimpin dari negara roh.
3) Suku Batak
Sebagian besar orang Batak memeluk agama Kristen Protestan dan Katolik, serta sebagian kecil beragama Islam. Meskipun demikian, masih terdapat beberapa konsepsi yang bersumber dari nilai-nilai tradisi masyarakat setempat berkaitan dengan religi mereka, di antaranya yaitu sebagai berikut.
a) Konsepsi Mengenai Pencipta
Orang Batak mempunyai konsepsi bahwa alam dan segala isinya ini diciptakan oleh Debata (Ompung) Mulajadi na Bolon (Dibata Kaci-Kaci dalam bahasa Karo). Ia tinggal di atas langit dan mempunyai nama lain sesuai dengan kiprah dan tempat kedudukannya. Penguasa dunia tengah yang bertempat tinggal di dunia ini berjulukan Silaon na Bolon (Toba) atau Tuan Padukah ni Aji (Karo), sedangkan penguasa dunia makhluk halus berjulukan Pane na Bolon (Toba) atau Tuan Banus Koling (Karo). Selain itu juga dikenal penguasa matahari yang disebut dengan Sinimataniari, serta penguasa bulan dan pelangi yang disebut dengan Beru Dayang.
b) Konsepsi Mengenai Jiwa, Roh, dan Dunia Akhirat
Ada tiga konsep yang berkaitan dengan hal tersebut, yaitu tondi, sahala, dan begu.
(1) Tondi yaitu kekuatan yang memberi hidup kepada bayi (calon manusia) dan terdapat pada semua orang tanpa kecuali.
(2) Sahala yaitu kekuatan yang memilih wujud dan jalan hidup seseorang. Sahala ini berbeda-beda bagi tiap orang dalam jumlah dan kualitasnya.
(3) Begu yaitu kekuatan yang memberi hidup pada orang yang sudah meninggal.
4) Suku Nias
Orang-orang Nias sebagian besar memeluk agama Kristen Protestan. Agama lain yang dipeluk oleh orang Nias yaitu Islam, Katolik, Buddha, dan Pelebegu. Pelebegu yaitu nama agama orisinil yang diberikan oleh pendatang yang berarti penyembah roh. Nama yang diberikan oleh penganutnya sendiri yaitu Molohe Adu (penyembah adu). Dewa-dewa terpenting dalam Pelebegu yaitu sebagai berikut.
a) Lowelangi, yaitu raja segala tuhan dari dunia atas.
b) Latura Dano, yaitu raja tuhan dunia bawah dan saudara renta Lowelangi.
c) Silewe Nasarata, yaitu istri Lowelangi yang berperan sebagai pelindung pada ere (pemeluk agama).
5) Suku Bugis–Makasar
Untuk suku Bugis dan Makassar ini, sebagian besar dan hampir seluruhnya yaitu pemeluk agama Islam yang taat. Namun demikian, masyarakat Bugis–Makassar yang tinggal di kawasan pedesaan masih terikat sistem norma adab yang masih sakral yang keseluruhannya mereka sebut sebagai penggaorreng (panggadakkang dalam bahasa Makassar). Sistem ini terdiri dari lima unsure pokok dari ayat keramat tersebut yang terjalin satu sama lain sebagai satu-kesatuan organis dalam alam pikiran orang Bugis–Makassar. Kelima unsur pokok itu yaitu ade’, bicara, rapang, wari’, dan sara’.
a) Ade’, secara khusus terdiri dari Ade’akkalabinengeng dan Ade’tana.
(1) Ade’akkalabinengeng yaitu norma mengenai hal-hal perkawinan dan mengatur segala urusan kekerabatan.
(2) Ade’tana yaitu norma mengenai hal wacana kenegaraan dan memerintah negara.
b) Bicara, yaitu unsur yang mengatur segala hal yang berkaitan dengan duduk kasus peradilan.
c) Rapang, berarti contoh, perumpamaan, kiasan, atau analogi. Rapang berwujud perumpamaan yang mempunyai maksud menjaga kelangsungan tertib social dalam masyarakat.
d) Wari’, yaitu bab yang melaksanakan pembagian terstruktur mengenai dari denda, peristiwa, dan acara masyarakat.
e) Sara’, yaitu bab yang mengatur pranata-pranata dan aturan Islam, serta sanggup melengkapi keempat unsur lainnya.
Pada masa pra-Islam, orang Bugis–Makassar ini sudah mempunyai religi menyerupai yang tampak dari Sure’Galigo, yang bahu-membahu telah mengandung kepercayaan kepada satu tuhan yang tunggal yang disebut dengan beberapa nama, menyerupai Patoto-e (yang memilih nasib), Dewata Seuwa-e (Dewa yang tunggal), dan Turie a’rana (kehendak tertinggi).
2. Ciri Masyarakat Multikultural Dilihat secara Vertikal
Secara vertikal, masyarakat Indonesia yang multicultural sanggup dilihat dari ciri-ciri yang didasarkan pada kriteria ekonomi pada zaman industri modern dan kriteria feodal.
a. Berdasarkan Kriteria Ekonomi pada Zaman IndustriModern
Pada masa kini ini, penentuan kelas sosial tidak lagi hanya ditentukan oleh aspek ekonomi semata, namun juga ditentukan oleh aspek lain menyerupai aspek profesionalitas seseorang. Karena pada zaman industri modern ini, hal yan lebih dikedepankan yaitu penghargaan terhadap prestasi dan kreativitas seseorang dalam bidangnya yang sanggup memperlihatkan donasi yang berarti pada tempat ia bekerja. Sehingga, kriteria kepandaian atau kepemilikan modal saja belum cukup untuk digunakan sebagai pedoman dalam pengelompokan masyarakat. Pengelompokan masyarakat pada zaman industri modern ini lebih mengarah pada aspek profesionalitas.
b. Berdasarkan Kriteria Feodal
Secara umum, pembagian masyarakat berdasarkan criteria ini yaitu masyarakat yang masih memakai system kerajaan. Tahukah kau beberapa wilayah di Indonesia yang masih menganut sistem tersebut? Di antaranya yaitu Surakarta, Jogjakarta, Aceh, Kutai Banjar, Cirebon, dan lain sebagainya.
Ada beberapa pola dasar masyarakat feodal, yaitu sebagai berikut.
1) Raja dan kaum ningrat yang merupakan sentra kekuasaan yang harus ditaati oleh warganya alasannya yaitu mempunyai hak istimewa (privelese).
2) Terdapat lapisan utama, yaitu raja dan kaum bangsawan, serta lapisan di bawahnya, yaitu rakyatnya.
3) Adanya pola ketergantungan, di mana kaum feodal (raja dan kaum bangsawan) sebagai tokoh panutan yang harus disegani, sedangkan rakyat harus selalu menghamba dan berada pada pihak yang selalu dirugikan.
4) Terdapat pola hubungan yang diskriminatif, di mana kaum feodal bebas memperlakukan rakyatnya dengan sewenang-wenang.
5) Sistem stratifikasi tertutup pada golongan bawah.
c. Berdasarkan Kriteria pada Masa Kolonial Belanda
Masyarakat di Indonesia pada masa penjajahan dibagi ke dalam tingkatan-tingkatan berdasarkan ras. Dan hal itu juga kuat pada kesempatan di dalam kehidupan ekonomi. Misalnya yang boleh menjadi pedagang besar hanyalah golongan teratas, sedangkan golongan yang paling bawah hanya boleh menjadi pedagang kecil. Lapisan tersebut sanggup kau lihat pada sketsa di samping.
d. Berdasarkan Kriteria pada Zaman Pendudukan Jepang
Pada masa ini, Jepang menempatkan golongannya pada strata paling atas. Berikutnya yaitu Bumiputera, sedangkan Cina dan Eropa berada pada lapisan terbawah. Hal ini dimakasudkan untuk menarik simpati warga Bumiputera semoga mendukung Perang Asia Timur Raya. Pelapisan tersebut sanggup kau lihat pada sketsa di samping.
e. Berdasarkan Kriteria Pertanian
Dalam masyarakat pertanian, pengelompokan masyarakat memakai kriteria kepemilikan tanah. Biasanya golongan teratas ditempati oleh pembuka tanah (cikal bakal). Kelompok ini dan keturunannya dianggap sebagai golongan elit oleh masyarakat. Lapisan berikutnya ditempati oleh kelompok orang-orang kaya dan mempunyai tanah banyak. Kelompok ini disebut dengan kuli kenceng.
Kemudian lapisan berikutnya ditempati kelompok yang mempunyai tanah sedikit dan alhasil hanya untuk konsumsi sendiri. Kelompok ini disebut dengan kuli kendho. Dan lapisan paling bawah ditempati kelompok orang yang tidak mempunyai tanah, namun tetap bekerja di sector pertanian yang disebut buruh tani. Untuk lebih jelasnya sanggup kau lihat pada sketsa di samping.
Selain kriteria di atas, berikut ini mari kita bersama-sama mempelajari banyak sekali stratifikasi sosial dalam masyarakat dilihat dari beberapa suku bangsa yang ada di Indonesia sebagai citra untuk memudahkanmu dalam memahami banyak sekali kelompok sosial dalam masyarakat multikultural.
a. Stratifikasi Sosial Masyarakat Aceh
Ada dua sistem penggolongan masyarakat Aceh yang dianut, yaitu sebelum dan setelah Indonesia merdeka.
1) Sebelum Indonesia merdeka, masyarakat Aceh dikelompok- kan sebagai berikut.
a) Golongan raja atau datuk.
b) Golongan uleebalang atau hulubalang.
c) Golongan ulama, termasuk kadhi dan imam.
d) Golongan rakyat biasa.
2) Setelah Indonesia merdeka, masyarakat Aceh dikelompokkan sebagai berikut.
a) Golongan penguasa dan pegawai negeri.
b) Golongan ulama (imam dan kadhi).
c) Golongan hartawan (pedagang besar, pemiliki kebun atau sawah yang luas, dan peternak kaya).
d) Golongan rakyat biasa (nelayan, buruh, petani, dan pegawai rendahan).
b. Stratifikasi Sosial Masyarakat Minangkabau
Stratifikasi sosial pada masyarakat Minangkabau dikelompokkan secara vertikal dan keaslian.
1) Secara Vertikal
Secara vertikal, masyarakat Minangkabau sanggup kita kelompokkan atas golongan ninik mamak dan kemenakan.
a) Golongan ninik mamak yaitu semua mamak-mamak rumah yang bergelar datuk dan bertugas sebagai penghulu. Mereka memegang kekuasaan untuk mengatur anak kemenakannya. Golongan yang setingkat dengan golongan ini yaitu golongan arif pintar dan alim ulama.
b) Golongan kemenakan yaitu golongan yang harus patuh kepada mamak-mamak mereka di dalam pengaturan negari. Semua anggota keluarga yang tidak menjabat sebagai penghulu atau mamak kepala waris dalam kaum, dan mamak tunganai di rumah tangga disebut sebagai kemenakan.
2) Secara Keaslian
Menurut sifat keasliannya, masyarakat Minangkabau dikelompokkan atas urang asa, kemenakan tali periuk, kemenakan tali budi, kemenakan tali ameh, dan kemenakan bawah lutuik.
a) Urang asa (orang asal) yaitu keluarga yang mulamula tiba ke tempat tertentu. Keluarga tersebut kemudian dianggap sebagai ningrat dan menduduki stratifikasi tertinggi.
b) Kemenakan tali periuk yaitu orang-orang yang merupakan keturunan eksklusif dari urang asa.
c) Kemenakan tali budi yaitu keluarga-keluarga yang tiba ke wilayah urang asa. Tetapi alasannya yaitu kedudukan dari tempat asal cukup tinggi dan sanggup membeli tanah yang cukup luas dari urang asa, kedudukan mereka sederajat dengan keluarga urang asa.
d) Kemenakan tali ameh yaitu para pendatang gres yang kemudian mencari hubungan dengan urang asa melalui perkawinan. Namun demikian, mereka kemudian tidak bergantung lagi kepada urang asa.
e) Kemenakan bawah lutuik yaitu orang-orang yang hidupnya menghamba kepada urang asa dan tergantung kepadanya.
c. Stratifikasi Sosial Masyarakat Sunda
Masyarakat Sunda dikelompokkan dalam dua golongan, yaitu menak dan cacah atau somah.
1) Golongan menak yaitu golongan keturunan raden dan
golongan yang alasannya yaitu sesuatu hal menjadi pegawai negeri yang kemudian disebut priyayi dan dianggap mempunyai tingkatan tertinggi di mata masyarakat.
2) Golongan cacah atau somah yaitu golongan yang terdiri dari pedagang, buruh, petani, dan rakyat jelata.
d. Stratifikasi Sosial Masyarakat Manggarai
Masyarakat Manggarai dikelompokkan ke dalam golongan kraeng, ataleke, dan aziana.
1) Kraeng, yaitu golongan atas yang terdiri dari para bangsawan.
2) Ataleke, yaitu golongan menengah yang terdiri dari petani, pedagang dan tukang.
3) Azi ana (budak), yaitu golongan bawah yang terdiri dari orang-orang yang tertangkap di waktu perang, orangorang berutang dan tidak sanggup membayar, serta orangorang yang dijatuhi eksekusi alasannya yaitu melanggar adat.