Pengaruh Islam Dalam Budaya Indonesia
Pengaruh Islam dalam Budaya Indonesia - Adalah Berbicara kebudayaan Islam tentunya akan selalu bersinggungan dengan budaya Arab dan Timur-Tengah. Perlu dicatat bahwa tidak semua masyarakat Timur Tengah merupakan orang Arab. Orang Iran, misalnya, ialah orang bangsa Persia, yang mempunyai bahasa serta budaya tersendiri—meskipun dalam ha-hal tertentu ada kesamaan dengan budaya Arab. Maka dari itu, menghubungkan budaya Islam dengan hanya budaya Arab tentunya kurang adil.
Apalagi, persebaran Islam di Indonesia dilakukan bukan hanya oleh satu bangsa saja, melainkan oleh banyak sekali bangsa yang berdagang di Indonesia: orang Arab sendiri, Persia, Moor, India, bahkan Cina. Persebaran Islam di Indonesia tak serempak terjadi dalam waktu yang sama, melainkan berproses melalui aktifitas dagang dan sosial. Oleh alasannya ialah itu, kekentalan imbas budaya dan anutan Islam di tiap-tiap tempat di Indonesia tentunya berbedabeda. Ada masyarakat yang nuansa Islamnya kental, ibarat Aceh atau Banten; adapula masyarakat yang nilai “kefanatikan” Islamnya tidak begitu kentara, ibarat di Jawa.
Dalam bidang kebudayaan, imbas Islam begitu kental sekali, baik dalam bahasa, kesusastraan, arsitektur, seni kaligrafi, nama-nama hari dan orang, seni tarian dan musik. Bagi orang santri, cara berpakaian pun sangat kental nuansa Timur- Tengahnya.
1. Huruf, Bahasa, dan Nama-Nama Arab
Al-Quran, sebagai kitab suci Islam, memakai bahasa Arab, bahasa-ibu Nabi Muhammad. Dalam perkembangannya, bahasa Arab digunakan juga oleh para muslim yang non-Arab dalam banyak sekali acara agama, terutama shalat dan mengaji (membaca Al-Quran). Tak jarang seorang muslim yang pandai membaca Al- Alquran dakam bahasa Arab namun ia kurang atau tidak mengerti arti harfiah teks-teks dalam kitab suci tersebut. Dan memang salah satu hadis menyatakan bahwa sangat diwajibkan bagi setiap muslim untuk membaca Alquran meski orang bersangkutan tak mengetahui arti dan makna ayat-ayat yang dibacakan (kecuali ia membaca terjemaahannya).
Dari kebiasaan tersebut, imbas bahasa Arab lambat bahari merambat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Persebarah bahasa Arab ini lebih cepat dari pada persebaran bahasa Sansekerta alasannya ialah dalam Islam tak ada pengkastaan, alasannya ialah itu dari raja sampai rakyat jelata bisa berbahasa Arab. Pada mulanya memang hanya kaum darah biru saja yang pandai meulis dan membaca huruf dan bahasa Arab, namun pada selanjutnya rakyat kecil pun bisa berbahasa Arab, setidaknya membaca dan menulis Arab kendati tak begitu paham akan maknanya.
Penggunaan huruf Arab di Indonesia pertama kali terlihat pada kerikil nisan di Leran Gresik, yang diduga makam salah seorang darah biru Majapahit yang telah masuk Islam. Dalam perkembangan selanjutnya, imbas huruf dan bahasa Arab terlihat pada karya-karya sastra di wilayah-wilayah yang keislamannya tidak mengecewakan kuat ibarat di Sumatera, Sulawesi, Makassar, dan Jawa. Penggunaan bahasa Arab pun berkembang di pesantren-pesanten Islam.
Penulisan huruf Arab berkembang pesat dikala karya-karya yang bercorak Hindu-Buddha disusupi unsur-unsur Islam. Huruf yang lebih banyak dipergunakan ialah abjad Arab gundul (pegon), yakni abjad arab yang ditulis tanpa tanda bunyi.
Sedangkan bahasanya masih memakai bahasa setempat ibarat Melayu, Jawa, dan bahasa-bahasa ibu lainnya. Sebelum bersentuhan dengan budaya Eropa (Portugis dan Belanda}, kitabkitab (sastra, hukum, sejarah) ditulis dengan huruf pegon ini. Di samping melalui kesusatraan, penggunaan bahasa dan huruf Arab terjadi di kalangan pedagang.
Dalam kalender Masehi, nama-nama hari yang berjumlah tujuh dalam seminggu, di Indonesia memakai nama-nama Arab, yakni Senin (Isnain), Selasa (Sulasa), Rabu (Rauba’a), Kamis (Khamis), Jumat (Jum’at), Sabtu (Sabt). Enam dari tujuh hari tersebut semuanya berasal dari bahasa Arab, kecuali Minggu (bahasa Arabnya: Ahad) yang berasal dari Flaminggo dari bahasa Portugis. Hanya orang-orang tertentu yang memakai kata “ahad” untuk hari Minggu.
Pengabadian istilah “minggu” dilakukan oleh umat Kristen Portugis dikala melaksanakan ibadah di gereja pada hari bersangkutan. Selain huruf, sistem angka (0, 1, 2, 3, dan seterusnya) pun diadopsi dari budaya Arab; bahkan semua bangsa mempergunakannya sampai kini. Selain nama-nama hari, nama-nama Arab diterapkan pula pada nama-nama orang, contohnya Muhammad, Abdullah, Umar, Ali, Musa, Ibrahim, Hasan, Hamzah, dan lain-lain.
Begitu pula kosa kata Arab—kebanyakan diambil dari kata-kata yang ada dalam Al-Quran—banyak yang digunakan sebagai nama orang, tempat, lembaga, atau kosakata (kata benda, kerja, dan sifat) yang telah diindonesikan, contohnya: nisa (perempuan), rahmat, berkah (barokah), rezeki (rizki), kitab, ibadah, sejarah (syajaratun), majelis (majlis), ahli (haibat), silaturahmi (silaturahim), hikayat, mukadimah, dan masih banyak lagi. Banyak di antara kata-kata serapan tersebut yang telah mengalami pergeseran makna (melebar atau menyempit), seiring dengan perkembangan zaman.
2. Bangunan Fisik (Arsitektur)
Islam telah memperkenalkan tradisi gres dalam Bentuk bangunan. Surutnya Majapahit yang diikuti oleh perkembangan agama Islam memilih perubahan tersebut. Islam telah memperkenalkan tradisi bangunan, ibarat mesjid dan makam. Islam melarang pembakaran mayit yang merupakan tradisi dalam anutan Hindu-Buddha; sebaliknya mayit bersangkutan harus dimakamkan di dalam tanah. Maka dari itu, peninggalan berupa nisan bertuliskan Arab merupakan pembaruan seni arsitektur pada masanya.
Islam pertama kali menyebar di daerah pesisir melalui asimilasi, perdagangan dan penaklukan militer. Baru pada masa ke-17, Islam menyebar di hampir seluruh Nusantara. Persebaran sedikit demi sedikit ini, ternyata tidak kuat terhadap kesamaan bentuk arsitektur di seluruh tempat Islam. Sebagian arsitektur Islam banyak terpengaruh dengan tradisi Hindu-Buddha yang juga telah bersatu padu dengan seni tradisional. Persebaran Islam tidak dilakuan secara revolusioner yang berlangsung secara tibatiba dan melalui pergolakan politik dan sosial yang dahsyat.
Memang, berdasarkan Tome Pires (De Graaf dan Pigeaud), terdapat penyerbuan secara militer terhadap ibukota Majapahit yang masih Hindu-Buddha yang dilakukan oleh sejumlah santri dari Kudus yang dipimpin oleh Sunan Kudus dan Rahmatullah Ngudung atau Undung. (Nama Kudus diambil dari kata al-Quds atau Baitul Maqdis di Yerusalem, Palestina, yang merupakan kota suci umat Islam ketiga sehabis Mekah dan Madinah). Namun, secara umumnya proses islamisasi berlangsung dengan damai. Dengan jalan hening ini, Islam sanggup diterima dengan tangan terbuka. Pembangunan tempat-tempat ibadah tidak sepenuhnya mengadospi arsitektur Timur Tengah.
Ada masjid yang bangunannya merupakan perpaduan budaya Islam-Hindu- Buddha, contohnya Masjid Kudus—meskipun pembangunannya diragukan, apakah dibangun oleh umat Hindu atau Islam. Ini terlihat dari menara masjid yang berwujud ibarat candi dan berpatung. Masjid lain yang bercorak adonan ialah Masjid Sunan Kalijaga di Kadilangu dan Masjid Agung Banten. Atap pada Masjid Sunan Kalijaga berbentuk undak-undak ibarat bentuk atap pura di Bali atau candi-candi di Jawa Timur.
Tempat sentral perubahan seni arsitektur dalam Islam terjadi di pelabuhan yang meruapkan pusat pembangunan wilayah gres Islam. Sementara para petani di pedesaan dalam hal seni arsitektur masih mempertahankan tradisi Hindu-Buddha. Tak diketahui seberapa jauh Islam mengambil tradisi India dalam hal seni, alasannya ialah beberapa keraton yang terdapat di Indonesia usianya kurang dari 200 tahun. Pengaruhnya terlihat dari unsur kota.
Masjid menggantikan posisi candi sebagai titik utama kehidupan keagamaan. Letak makam selalu ditempatkan di belakang masjid sebagai penghormatan bagi leluhur kerajaan. Adapula makam yang ditempatkan di bukit atau gunung yang tinggi ibarat di Imogiri, makam para raja Mataram-Islam, yang menunjukkan cara pandang masyarakat Indonesia (Jawa) wacana alam kosmik zaman prasejarah. Sementara, daerah yang tertutup tembok masjid merupakan peninggalan tradisi Hindu-Buddha.
Terdapat kesinambungan antara seni arsitektur Islam dengan tradisi sebelum Islam. Contoh arsitektur klasik yang kuat terhadap arsitektur Islam ialah atap tumpang, dua jenis pintu gerbang keagamaan, gerbang berbelah dan gerbang berkusen, serta bermacam unsur hiasan ibarat hiasan kaya yang terbuat dari gerabah untuk puncak atap rumah. Ragam hias sayap terpisah yang disimpan pada pintu gerbang zaman awal Islam yang mungkin bersumber pada relief makara atau burung garuda zaman pra-Islam. Namun sayang, peninggalan bentuk arsitektur itu banyak yang dibentuk dari kayu sehingga sangat sedikit yang bisa bertahan sampai kini.
3. Kesusastraan
Karya sastra merupakan alat efektif dalam penyebaran sebuah agama. Jalur sastra inilah yang ditempuh masyarakat muslim dalam penyebaran anutan mereka. Karya-karya sastra bercorak Islam yang ditulis di Indonesia, terutama Sumatera dan Jawa, awalnya merupakan gubahan atas karya-karya sastra klasik dan Hindu-Buddha. Cara ini ditempuh supaya masyarakat pribumi tak terlalu kaget akan anutan Islam.
Selanjutnya, tema-tema yang ada mulai bernuansa Islami ibarat kisah atau dongeng para nabi dan rasul, sahabat Nabi, pahlawan-pahlawan Islam, sampai raja-raja Sumatera dan Jawa. Adakalanya kisah-kisah tersebut bersifat setengah imajinatif; dalam arti tak sepenuhnya benar.
4. Seni Rupa dan Kaligrafi
Seni rupa dalam dunia Islam berbeda dengan seni rupa dalam Hindu-Buddha. Dalam anutan Islam tak diperbolehkan menggambar, memahat, menciptakan relief yang objeknya berupa makhluk hidup khususnya hewan. Maka dari itu, seni rupa Islam identik dengan seni kaligrafi.
Seni kaligrafi ialah seni menulis abjad indah yang merupakan kata atau kalimat. Dalam Islam, biasanya kaligrafi berwujud gambar binatang atau insan (tapi hanya Bentuk siluetnya saja). Ada pula, seni kaligrafi yang tidak berbentuk makhluk hidup, melainkan hanya rangkaian abjad yang diperindah. Teks-teks dari Al-Quran merupakan tema yang sering dituangkan dalam seni kaligrafi ini. Sedangkan, bahanbahan yang digunakan sebagai tempat untuk menulis kaligrafi ini ialah nisan makam, pada dinding masjid, mihrab masjid, kain tenunan atau kertas sebagai pajangan atau kayu sebagai pajangan. Selain huruf Arab, tradisi kaligrafi dikenal pula di Cina, Jepang, dan Korea.
5. Seni Tari dan Musik
Dalam bidang seni tari dan musik, budaya Islam sampai kini begitu terasa dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Dalam perjalanannya, kebudayaan Islam sebelum masuk ke wilayah Indonesia telah dahulu bercampur dengan kebudayaan lain, contohnya kebudayaan Afrika Utara, Persia, anak Benua India, dan lain-lain. Dan telah menjadi aturan alam, bahwa setiap tarian memerlukan iringan musik. Begitu pula seni tari Islami, selalu diiringi alunan musik sebagai penyemangat sekaligus sebagai sarana perenungan.
Lazimnya tarian-tarian ini dipraktikkan di daerah pesisir bahari yang imbas Islamnya kental, alasannya ialah daerah pesisir merupakan tempat pertama kali Islam berkembang, baik sebagai kekuatan ekonomi, sosial, budaya, dan politik.
6. Seni Busana
Dalam agama Islam, ada jenis pakaian tertentu yang mengatakan identitas umat Islam. Jenis pakaian tersebut ialah sarung, baju koko, kopeah, kerudung, jilbab, dan sebagainya.
Versi materi oleh Triyono Suwito dan Wawan Darmawan