Bentukan Formasi Permukan Kumuh
Oscar Lewis (1984) dalam buku “kemiskinan di kota“ mengutarakan bahwa kebanyakan penduduk berimigran dari desa ke kota menjadi kaum gelandangan yang disebutnya sebagai kaum miskin kota atau kaum kumuh, mereka ini biasanya bergerombol pada suatu komunitas yang kadang-kadang membentuk secara temporer perkumpulan-perkumpulan yang menempati wilayah tertentu.
Sunyoto Usman (2004) mengemukakan bahwa terjadinya permukiman kumuh karena besarnya arus migrasi penduduk dari desa ke kota. Wilayah kumuh atau biasa disebut sebagai permukiman disebabkan karena terganggunya letak keseimbangan ekosistem karena sudah berubahnya perbandingan kemampuan daya dukung lahan dan jumlah manusia.
Panudju, B (1999) mengemukakan bahwa terjadinya permukiman kumuh akibat penghasilan rata-rata penduduknya yang heterogen tumbuh dan memiliki keunikan tersebut dapat merupakan suatu gabungan antara fenomena fisik, sosial dan ekonomi yang timbul dan berkembang sejalan dengan perkembangan suatu kota.
Menurut Hadi Sabari Yunus (2005) mengatakan bahwa sebagian besar permukiman diperkotaan khususnya di Indonesia, terutama yang dekat dengan pusat kota telah mencapai titik kejenuhan bangunan permukiman, sehingga tidak ada lagi lahan kosong yang tersisa yang dapat dimanfaatkan sebagai lokasi pembangunan rumah. Kondisi inilah yang disebut death point. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kota-kota di Republic of Indonesia sebagian besar permukiman yang terletak dengan pusat kota adalah permukiman kumuh. Permukiman jenis ini ditandai dengan bangunan yang relatif kecil, berdempet-dempetan, fasilitas permukiman sangat kurang, kualitas bangunan rendah dan masih banyak lagi persoalan lain yang ada didalamnya.
Pada wilayah penelitian dari hasil observasi diidentifikasi bahwa yang menjadi faktor-faktor penyebab munculnya lingkungan permukiman kumuh yaitu ketidakmampuan ekonomi dalam membangun suatu kualitas hunian yang layak sehingga mereka cenderung memilih lokasi-lokasi yang umumnya berada dekat dengan pantai pada kawasan pesisir dan disekitar kanal pada wilayah pusat kota. Disamping itu faktor dominan penyebab kekumuhan adalah tingkat pendidikan yang tergolong rendah dimana hal ini berdampak pada perolehan lapangan kerja dan pola pikir untuk menumbuhkan kemandirian. Sementara itu desakan penggunaan lahan didaerah Kota Kendari untuk berbagai pembangunan sosial, ekonomi menyebabkan lahan yang ada di pusat kota memliki nilai yang cukup tinggi begitupula sebaliknya pada kawasan pesisir peningkatan aktivitas industri dan perdagangan membutuhkan lahan yang cukup besar pula sebagai akibat dari desakan tersebut munculnya kencenderungan pemanfaatan daerah sempadan sungai ataupun daerah sempadan pantai yang merupakan tanah negara.