Kerajaan Kutai Dan Kehidupan Masyarakatnya
Kerajaan Kutai dan Kehidupan Masyarakatnya - Kerajaan Kutai terletak di sekitar pedoman Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Berdasarkan bukti-bukti berupa yupa yang ditemukan, Kutai merupakan kerajaan tertua di Indonesia. Yupa tersebut berbahasa Sansekerta dan berhuruf Pallawa. Dalam salah yupa dinyatakan nama-nama raja Kutai ibarat Kudungga, Aswawarman, dan Mulawarman. Yupa-yupa tersebut merupakan peringatan upacara kurban yang dilakukan kaum brahmana. Dilihat dari bentuk goresan pena diduga yupa itu dibentuk pada era ke- 4 Masehi, pada masa Raja Mulawarman.
Mulawarman ialah raja populer dari Kutai, ibarat diungkapkan pada salah satu yupa berikut: ”Sang Maharaja Kudungga yang amat mulia mempunyai putra yang masyur berjulukan Aswawarman. (Dia) mempunyai tiga orang putra yang ibarat api. Yang terkemuka di antara ketiga putranya ialah sang Mulawarman, raja yang besar, yang berbudi baik, kuat, dan kuasa, yang telah upacara korban emas amat banyak dan untuk memperingati upacara korban itulah tugu ini didirikan.”
Mulawarman, berdasarkan yupa tersebut, sering diwujudkan dengan Ansuman, yaitu Dewa Matahari. Raja Mulawarman dikenal sangat bersahabat dengan rakyatnya. Ia juga mempunyai korelasi yang baik dengan kaum brahmana yang tiba ke Kutai. Diceritakan bahwa Mulawarman sangat dermawan. Ia menawarkan sedekah berupa minyak dan lampu. Ia juga menawarkan hadiah 20.000 lembu kepada brahmana di suatu tempat yang disebut Waprakeswara (tempat suci untuk memuja Dewa Siwa).
Dengan demikian, sanggup disimpulkan bahwa Mulawarman menganut Hindu-Siwa. Dari besarnya sedekah raja Mulawarman ini menunjukkan keadaan masyarakat Kutai yang sangat makmur. Kemakmuran ini didukung oleh peranan yang besar Kutai dalam pelayaran dan perdagangan di sekitar Asia Tenggara. Hal ini disebabkan lantaran letak Kutai yang strategis, yaitu berada dalam jalur perdagangan utama Cina−India.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas bahwa raja pertama Kutai yang berjulukan Kudungga diyakini belum dipengaruhi agama Hindu—setidaknya terlihat dari namanya yang masih asli. Kudungga diperkirakan ialah seorang pemimpin suku setempat yang kemudian mendirikan kerajaan pada dikala efek Hindu− Buddha mulai masuk ke Indonesia. Putra Kudungga, Aswawarman, kemungkinan ialah raja pertama Kutai yang beragama Hindu.
Ia juga diketahui sebagai pendiri dinasti sehingga diberi gelar Wangsakerta yang artinya pembentuk keluarga. Dalam masa pemerintahannya wilayah Kutai makin diperluas. Hal ini diketahui dari diadakannya upacara aswamedha, yaitu upacara pelepasan kuda.
Setelah Aswawarman, Kutai diperintah oleh Mulawarman, putra Aswawarman. Dari prasasti yang ditemukan diketahui bahwa dalam masa pemerintahan Mulawarman pada era ke−4 M, Kutai mengalami masa keemasan. Wilayah kekuasaannya mencakup hamper seluruh wilayah Kalimantan Timur. Pada masa pemerintahannya pula, rakyat Kutai hidup makmur.
Kehidupan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Kutai
Kehidupan politik kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha membawa perubahan gres dalam kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Struktur sosial dari masa Kutai sampai Majapahit mengalami perkembangan yang ber-evolusi namun progresif. Dunia perekonomian pun mengalami perkembangan: dari yang semula sistem tukar barang sampai sistem nilai tukar uang.
Dari banyak sekali peninggalan yang ditemukan diketahui bahwa kehidupan masyarakatnya Kutai sudah cukup teratur. Walau tidak secara terang diungkapkan, diperkirakan masyarakat Kutai sudah terbagi dalam pengkastaan meskipun tidak secara tegas. Dari penggunaan bahasa Sansekerta dan pemberian hadiah sapi, disimpulkan bahwa dalam masyarakat Kutai terdapat golongan brahmana, golongan yang sebagaimana juga di India memegang monopoli penyebaran dan upacara keagamaan.
Di samping golongan brahmana, terdapat pula kaum ksatria. Golongan ini terdiri dari kerabat bersahabat raja. Di luar kedua golongan ini, sebagian besar masyarakat Kutai masih menjalankan moral istiadat dan kepercayaan orisinil mereka. Jadi, walaupun Hindu telah menjadi agama resmi kerajaan, namun masih terdapat kebebasan bagi masyarakat untuk menjalankan kepercayaan aslinya.
Diperkirakan bahwa pertanian, baik sawah maupun ladang, merupakan mata pencarian utama masyarakat Kutai. Melihat letaknya di sekitar Sungai Mahakam sebagai jalur transportasi laut, diperkirakan perdagangan masyarakat Kutai berjalan cukup ramai. Bagi pedagang luar yang ingin berjualan di Kutai, mereka harus menawarkan “hadiah” kepada raja semoga diizinkan berdagang.
Pemberian “hadiah” ini biasanya berupa barang dagangan yang cukup mahal harganya; dan pemberian ini dianggap sebagai upeti atau pajak kepada pihak Kerajaan. Melalui korelasi dagang tersebut, baik melalui jalur transportasi sungai-laut maupan transportasi darat, berkembanglah korelasi agama dan kebudayaan dengan wilayah-wilayah sekitar. Banyak pendeta yang diundang tiba ke Kutai. Banyak pula orang Kutai yang berkunjung ke tempat asal para pendeta tersebut.
Versi materi oleh Triyono Suwito dan Wawan Darmawan